Gunung Slamet yang terletak di perbatasan
Kabupaten Tegal, Pemalang, Brebes, Banyumas dan Purbalingga itu kembali
menggeliat setelah lama tertidur sejak Mei 2009 lalu.
Kemarin,
Gunung berketinggian 3.428 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini naik
statusnya dari Normal menjadi Waspada. Warga di sekitar radius dua
kilometer-pun diimbau untuk tidak melakukan aktivitas.
Bercerita
tentang gunung, selalu ada mitos dan cerita rakyat yang berkembang. Tak
ubahnya Gunung Slamet, gunung yang masuk di posisi kedua tertinggi di
Indonesia setelah Gunung Semeru itu juga memiliki cerita sendiri.
Berdasarkan cerita yang berkembang di masyarakat yang dihimpun zayinnews,
Gunung Slamet pertama kali diberi nama oleh Syeh Maulana Maghribi,
seorang penyebar agama Islam yang berasal dari negeri Rum-Turki. Di
sana, dia merupakan seorang pangeran.
Suatu hari, setelah
melaksanakan ibadah salat Subuh, Syeh Maulana melihat cahaya misterus
yang menjulang tinggi di angkasa. Sang Pangeran itu merasa tertarik dan
ingin mengetahui sumber cahaya misterius itu.
Beliau-pun
memutuskan untuk menyelidikinya sembari menyebarkan agama Islam dengan
ditemani pengikutnya yang sangat setia, bernama Haji Datuk, serta
ratusan pengawal kerajaan. Mereka berlayar menuju ke arah sumber cahaya
misterius.
Namun, ketika kapal yang ditumpanginya tiba di pantai
Gresik, Jawa Timur, tiba-tiba cahaya tersebut muncul kembali di
sebelah barat. Dia pun memutuskan untuk ke arah barat hingga sampai di
pantai Pemalang, Jawa Tengah.
Di pantai Pemalang, Syeh Maulana
menyuruh hulu balangnya untuk pulang ke Turki. Sementara beliau
melanjutkan perjalanannya dengan ditemani Haji Datuk dengan berjalan
kaki ke arah selatan sambil menyebarkan agama Islam.
Ketika
cahaya tersebut melewati daerah Banjar, tiba-tiba beliau menderita sakit
gatal di sekujur tubuhnya dan penyakit gatalnya itu pun sulit
disembuhkan.
Suatu malam, setelah menjalankan salat tahajjud,
Syeh Maulana mendapat ilham jika beliau harus pergi ke Gunung Gora.
Setibanya di lereng Gunung Gora, beliau meminta Haji Datuk untuk
meninggalkannya sendiri dan menunggu di suatu tempat yang mengeluarkan
kepulan asap. Ternyata di situ ada sumber air panas yang mempunyai tujuh
buah pancuran. Syeh Maulana memutuskan tinggal di sana untuk berobat
dengan mandi secara teratur di sumber air panas yang memiliki tujuh buah
mata air.
Berkat kemanjuran air panas itu, akhirnya penyakit
yang dideritanya sembuh total. Kemudian Syeh Maulana memberi nama tempat
ini menjadi Pancuran Tujuh.
Penduduk sekitar menyebut Syeh
Maulana dengan nama Mbah Atas Angin karena datang dari negeri yang jauh.
Kemudian Syeh Maulana Maghribi memberi gelar kepada Haji Datuk dengan
sebutan Rusuludi yang dalam bahasa jawa berarti Batur Kang Adi (Abdi
yang setia).
Sementara desa itu kemudian dikenal dengan sebutan
Baturadi yang lama kelamaan menjadi Baturaden yang dalam penulisannya
menggunakan satu "R" yaitu: Baturaden. Karena Syeh Maulana mendapat
kesembuhan penyakit gatal dan keselamatan di lereng Gunung Gora maka
beliau mengganti nama menjadi Gunung Slamet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar